Samarinda — Maraknya kasus paparan konten negatif di ruang digital, khususnya pornografi dan judi online, mendorong Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Timur untuk terus menggaungkan pentingnya literasi digital sejak dini. Hal ini disampaikan dalam Seminar Hari Anak Nasional yang diinisiasi oleh Dinas Pemerdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kaltim mengangkat tema “Pencegahan Pornografi pada Anak di Era Digital” di Aula Kesbangpol, Kamis (7/8/2025).
Kepala Dinas Kominfo Kaltim, Muhammad Faisal yang tampil sebagai narasumber dalam seminar tersebut menekankan bahwa anak-anak masa kini adalah generasi digital native, yakni generasi yang tumbuh bersama teknologi dan tak bisa dipisahkan dari dunia digital. Namun, kemudahan akses informasi dan hiburan di internet justru menyimpan sisi gelap yang mengancam tumbuh kembang anak, terutama dalam bentuk konten pornografi dan praktik judi daring yang kian mudah dijangkau.
Faisal memaparkan fakta-fakta mencengangkan tentang lanskap digital Indonesia. Hingga tahun 2025, sebanyak 80,66 persen populasi Indonesia atau sekitar 229 juta jiwa telah terkoneksi internet. Mayoritas dari mereka mengakses internet melalui ponsel pintar dengan durasi yang cukup panjang, bahkan sebagian anak dan remaja menghabiskan lebih dari 10 jam per hari di dunia maya.
Fakta lainnya menunjukkan bahwa hampir 10 persen pengguna internet di Indonesia pernah mengakses situs pornografi, dan lebih dari 5 persen mengakses situs judi online. Temuan ini, menurut Faisal, adalah sinyal bahaya yang tidak boleh diabaikan.
“Ini bukan soal siapa yang salah, tapi bagaimana kita sebagai orang dewasa menciptakan lingkungan digital yang aman bagi anak-anak. Internet bukan musuh, tetapi jika tidak didampingi, ia bisa menjadi sumber bahaya,” ujar Faisal yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Diskominfo Provinsi Seluruh Indonesia.
Ia menekankan pentingnya keterlibatan aktif orang tua dalam mendampingi anak menggunakan internet. Menurutnya, peran keluarga sangat vital sebagai garda terdepan. Orang tua perlu menjadi teman digital bagi anak-anaknya, membuka ruang komunikasi yang terbuka tentang risiko di dunia maya, serta memanfaatkan fitur teknologi seperti parental control untuk membatasi konten negatif. Selain itu, ia juga mengimbau agar waktu penggunaan gawai diatur dengan bijak agar tidak mengganggu keseimbangan aktivitas anak sehari-hari.
Tidak hanya keluarga, lembaga pendidikan pun memiliki tanggung jawab besar. Faisal mendorong agar literasi digital dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah secara terstruktur. Para pendidik, katanya, harus mampu mengajarkan anak cara mengenali dan melaporkan konten berbahaya serta menumbuhkan kesadaran digital yang sehat.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah memiliki komitmen kuat dalam melindungi anak melalui regulasi yang ketat serta kebijakan yang berpihak pada keamanan ruang digital. Namun, regulasi saja tidak cukup. Edukasi dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci utama untuk membangun ekosistem digital yang aman dan positif bagi anak-anak Indonesia.
“Anak-anak adalah masa depan Kalimantan Timur dan masa depan bangsa. Melindungi mereka dari paparan konten digital berbahaya adalah bentuk investasi jangka panjang bagi kemajuan negara. Ini bukan tugas satu pihak saja, tapi tanggung jawab kolektif kita semua,” pungkasnya. (cht/pt)